[Buku] Review Novel Hujan Karya Tere Liye

hujan, tere liye
Tentang persahabatan
Tentang cinta
Tentang perpisahan
Tentang melupakan
Tentang hujan

***
Lail, perumpuan berusia 21 tahun mengunjungi dokter syaraf untuk mengapus ingatan yang menyakitkannya. Sebelum proses dilakukan, dokter memerlukan peta syaraf darinya. Dengan teknologi mutakhir, peta syarat pun mulai dibentuk saat Lail menceritakan kejadian-kejadian yang ia alami. Peta syaraf itu memiliki warna tersendiri yang menggambarkan keadaan bahagia atau menyedihkan.

Cerita berawal ketika Lail bertemu dengan Esok 8 tahun silam kala usianya 13 tahun. Esok seorang anak laki-laki berusia 15 tahun yang membantu Lail menyelamatkan diri dari reruntuhan tangga kereta bawah tanah saat terjadinya bencana gunung purba meletus yang disusul gempa bumi.

Lail melewati masa-masa sulit bersama Esok di pengungsian setelah kehilangan kedua orang tuanya akibat bencana tersebut. Esok yang cerdas tak segan menjadi sukarelawan selama mengungsi. Ia bahkan memberikan sumbangsih pikirannya ketika petugas kesulitan dalam pengoboran demi menyediakan air bersih untuk pengungsi.

Perlahan Lail mulai menerima keadaannya dan turut mengikuti jejak Esok untuk membantu petugsa di pengungsian. Setelah seharian berjibaku menjadi sukarelawan, malam harinya mereka berbagi cerita tentang kejadian-kejadian yang mereka lalui.

Keadaan pun mulai membaik. Para pengungsi dipindahkan ke panti sosial yang sudah disiapkan pemerintah, termasuk Lail. Sebagian orang dari kalangan berada memilih memperbaiki dan kembali ke rumahnya. Sedangkan Esok beserta ibunya ikut bersama keluarga angkatnya. Ini menjadi pilihan Esok mengingat ibu kandungnya masih membutuhkan perawatan dan keluarga barunya akan membiayai sekolahnya.

Lail dan Esok terpisah. Mereka tidak bisa lagi rutin mengunjungi tempat-tempat kenangan yang biasa mereka lakukan dengan bersepeda. Lokasi rumah Lail, taman kota, serta lubang kereta bawah tanah di mana mereka pertama bertemu. Dan di sana jugalah Lail kehilangan ibunya, sedangkan Esok melepas kematian keempat kakaknya. Satu hal yang biasa terjadi. Setiap kejadian suka atau duka yang Lail lewati, hujan selalu turun. Itulah kenapa ia menyukai hujan.

Lail selalu suka hujan. Dalam hidupnya, seluruh kejadian sedih, seluruh kejadian bahagia, dan seluruh kejadian penting terjadi saat hujan. (Hlm 47)

Sesekali Esok masih menemui Lail untuk melakukan kunjungan rutin ke beberapa tempat tersebut. Intensitas pertemuan mereka semakin jarang apalagi saat Esok masuk ke perguruan tinggi di Ibu Kota. Tapi, kala mereka berjumpa dan menghabiskan waktu sejam berbincang tentang hal-hal yang mereka lalui selama ini, sudah cukup membuat Lail bersabar menunggu pertemuan berikutnya dengan Esok.

Seiring berjalannya waktu, Lail mulai berpikir, apakah Esok hanya mengaggapnya adik, seorang gadis kecil yang pernah ia tolong atau lebih dari itu? Esok semakin sibuk di Ibu Kota. Ia hanya pulang setahun sekali. Lail mengalihkan pikirannya dan melewati hari-hari tanpa Esok dengan kesibukan, sebagai relawan dan pelajar di sekolah keperawatan.

Pasca bencana dasyat gunung meletus dan gempa bumi itu, suhu dunia tidak terkendali. negara subtropis mengalami masa musim dingin berkepanjangan. Tanpa mengindahkan ketidaksetujuan negara-negara lain, pemerintah subtopris mengintervensi lapisan stratosfer untuk membuat wilayahnya kembali disinari matahari. Keadaan berbalik, salju dan musim dingin kini harus dihadapi negera tropis.

Begitu musim dingin dirasa sudah lama, ketersedian  pangan berkurang akibat lahan yang tak bisa dikelola karena diselimuti salju. Maka negara tropis pun melakukan hal serupa yakni menerbangkan pesawat ulang-alik untuk melepaskan gas sulfur dioksida di lapisan stratosfer.

Menurut pengamat, ini hanya solusi jangka pendek yang akan berakibat fatal. Benar saja, akibat saling intervensi itu, suhu dunia semakin buruk. Awan tidak lagi terlihat. Musim panas berkepanjangan menimpa sebagian besar wilayah bumi. Tidak ada lagi hujan. Esok pernah cerita mengenai ini pada Lail di pertemuan mereka. Ia tidak setuju dengan solusi pendek yang diambil oleh pemerintah beberapa negara.

Waktu pun berlalu. Esok lulus begitu pun Lail. Meski begitu, Esok masih menetap di Ibu Kota untuk melanjutkan penelitiannya. Suatu hari, Esok datang menemui Lail untuk menceritakan tentang apa yang sedang ia teliti bersama para ilmuan. Mereka sedang membuat pesawat antariksa yang berbentuk “kapal”yang akan mengakut manusia ke luar angkasa.

Ketika intervensi pertama dilakukan, para pemerintah dan ilmuan yang tidak setuju sudah memprediksi keadaan buruk ini. Suhu ekstrem bumi yang akan berakibat punahnya manusia. Untuk menghindari itu, maka mereka akan diangkut menggunakan kapal tersebut ke angkasa dan menetap di sana sampai keadaan bumi membaik.

Kapasitas yang bisa diangkut terbatas. Maka dari itu, hanya orang-orang yang dipilih secara acaklah yang akan menaikinya. Sedangkan sisanya, harus menghadapi suhu ekstrem yang akan memusnahkan mereka.

Esok memiliki dua tiket untuk menaiki kapal tersebut. Tiket pertama ia peroleh sebagai ilmuan “Soke Bahtera” yang turut terlibat dalam proyek. Pastinya, tenaga dan pikirannya sangat dibutuhkan.

Tiket kedua, ia peroleh dari sistem acak. Orang tua angkat Esok yang merupakan wali kota menemui Lail. Jika Esok memberikan satu tiket untuknya, wali kota memohon kerelaan Lail untuk memberikannya pada putri semata wayangnya.

Waktu keberangkatan semakin dekat. Tepatnya, hari ini kapal tersebut akan meninggalkan bumi bersama orang-orang yang telah terpilih. Satu tiket Esok diberikan pada anak wali kota. Hal itu bukan karena kebaikan Lail. Esok tidak lagi menghubunginya semenjak hari terakhir ia memberi tahu Lail mengenai proyek kapal tersebut.

Esok memilih anak wali kota tanpa memberitahu Lail. Berat bagi Lail untuk menerima kenyataan tersebut. Kenangan bersama Esok kini menjadil hal yang menyakitkannya. Demi menghapus kenangan itu, maka Lail datang menemui dokter syaraf. Peta syaraf sempurna terbentuk kala Lail selesai menceritakan tentang hari-hari yang pernah dilaluinya selama 8 tahun. Begitu mesin modifikasi kenangan beroperasi, maka nama Esok akan terhapus dari kenangan Lail.

“Kamu tahu, Lail, tidak ada kabar adalah kabar, yaitu kabar tidak ada. Tidak ada kepastian juga adalah kepastian, yaitu kepastian tidak ada kepastian.” 
(Hlm 227-228)

Hidup ini juga memang tentang menunggu, Lail. Menunggu kita menyadari: kapan kita akan berhenti menunggu.” (Hlm 228)

Bagaimana akhir kisah ini? Apakah Lail benar-benar akan menghapus semua kenangan tentang Esok? Apakah Esok benar-benar akan menaiki kapal tersebut tanpa berpamitan dengan Lail? Atau akhir seperti apa yang kalian bisa tebak?

“Ada orang-orang yang kemungkinan sebaiknya cukup menetap dalam hati kita saja, tapi tidak bisa tinggal dalam hidup kita. Maka, biarlah begitu adanya, biar menetap di hati, diterima dengan lapang. Toh dunia ini selalu ada misteri yang tidak bisa dijelaskan. Menerimanya dengan baik justru membawa kedamaian.” 
(Hlm 255)

“Bukan berapa lama umat manusia bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tapi seberapa besar kemampuan mereka memeluk erat-erat semua hal menyakitkan yang mereka alami.” (Epilog, hlm 317)

“Bukan melupakan yang menjadi masalahnya. Tapi menerima. Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan.” (Epilog, hlm 318)

***
Ini novel kedua Tere Liye yang aku baca (selain kumpulan cerpen). Alurnya sama, maju mundur. Namun, dalam buku Hujan ini aku lebih mudah mencerna perubahan cerita masa lalu dan sekarang.

Tere Liye menyajikan kisah remaja yang tak biasa. Jika di luaran sana banya anak muda mengangungkan cinta, hei, lihatlah bagaimana Lail dan Esok memperlakukan perasaan itu. Kalau boleh kukatakan, buku Hujan  ini tidak hanya cocok dinikmati kalangan muda, namun orang dewasa pun akan turut larut di dalamnya. Momen kebersamaan Lail-Esok, Lail dengan sahabatnya Maryam, atau bersama “ibu Suri” pengurus panti sosial tak jarang membuatku senyam-senyum.

Di buku ini kita akan mendapatkan banyak informasi mengenai bencana alam, keadaan bumi, penanggulanan bencana oleh para relawan, serta teknologi mutakhir yang disampaikan dengan bahasa novel. Setting waktu yang diambil adalah 2042 ketika terjadinya bencana. Jadi, memang memungkinkan jika pada tahun tersebut (atau 8 tahun setelahnya), teknologi yang diceritakan dalam novel ini akan terwujud.


Quote:
“Jangan pernah jatuh cinta saat hujan, Lail. Karena ketika besok lusa kamu patah hati, setiap kali hujan turun, kamu akan terkenang dengan kejadian menyakitkan itu.” (Hlm 200)

“Karena kenangan sama seperti hujan. Ketika ia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana kita akan menghentikan tetes air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan sendirinya.” (Hlm 201)

“Bagian terbaik dari jatuh cinta adalah perasaan itu sendiri. Kamu pernah merasakan rasa sukanya, sesuatu yang sulit dilukiskan kuas sang pelukis, sulit disulam menjadi puisi oleh pujangga, tidak bisa dijelaskan oleh mesin paling canggih sekalipun. Bagian terbaik dari jatuh cinta bukan tentang memiliki. Jadi, kenapa kamu sakit hati setelahnya? Kecewa? Marah? Benci? Cemburu? Jangan-jangan karena kamu tidak pernah paham betapa indahnya jatuh cinta.” (Hlm 256)

No comments:

Post a Comment

Terima Kasih atas kunjungannya. ^_^
Dan mohon maaf untuk komentar yang menyertakan link akan dihapus.