Judul: Brisbane – Pesan Cinta
Terlarang
Penulis: Leyla Hana
Terbit: cetakan I, Oktober
2014
Tebal: 212 hlm
ISBN: 978-602-242-492-5
Sinopsis
Sejak kecil, Raka tak
pernah bisa lepas dari Anggia, adik kembarnya. Dia selalu ingin bersama Anggia,
ke mana pun mereka pergi. Bagaimana bila Anggia melanjutkan kuliah di Brisbane?
Raka akan berpisah dengan Anggia untuk waktu yang tak sebentar.
Raka dan Anggia memang
bersaudara kembar, tetapi mereka merasa aneh mengapa orang-orang selalu
meragukan bahwa keduanya bersaudara? Raka juga heran dengan dirinya yang begitu
menyayangi Anggia, dan menjadi sangat bergantung. Begitu juga Anggia. Secara tak
sadar, dia tak ingin Raka berhubungan dengan gadis mana pun. Namun, untuk
berfikir bahwa mereka punya rasa selain kasih sayang kakak beradik, sungguh tak
mungkin.
***
Dari segi cerita, mungkin
novel ini bisa dibilang sederhana. Seorang anak laki-laki dan satunya anak perempuan
lahir di hari yang sama. Ibu dari anak perempuan itu diduga kabur dan sengaja
meninggalkan bayinya di rumah sakit. Kemudian, orang tua dari anak laki-laki
mengangkat anak perempuan itu menjadi anak. Berhubung mereka lahir di waktu
yang berdekatan, jadilah dikarang cerita kalau dua anak itu kembar, tapi bukan
identik.
Namun, meski cerita yang
diangkat sederhana atau mungkin sudah pernah kita menontonnya di layar kaca, harus
aku akui bahwa penulis bisa memberikan nuansa lain. Untuk bagian awal, sebagai
pembaca aku merasa kurang gereget. Tapi, tetap saja aku melanjutkan baca karena
tidak dipungkiri bahasanya mengalir.
Biasanya, aku termasuk
orang yang mengalami kesulitan untuk memahami cerita dengan alur maju mundur.
Untungnya, aku tidak merasakan hal yang sama pada novel Brisbane. Mungkin ini
adalah bentuk keberhasilan penulis Leyla Hana yang telah mempersembahkan
kata-kata mengalir begitu saja. Sudut pandang orang ketiga, serta suara hati
dari Raka maupun Anggia yang silih berganti, tidak membuatku kesulitan untuk
mencerna kisah di dalam novel ini.
Orang lain selau meragukan
bahwa Raka dan Anggia adalah anak kembar. Mengingat secara fisik mereka sangat
berbeda. Jika Raka masih memiliki kemiripan dengan orangtuanya, tapi tidak
dengan Anggia. Ia sama sekali tidak mempunyai bentuk fisik yang serupa dengan
Rahman dan Lidya.
Bagi Raka, Anggia adalah
satu-satunya perempuan yang ia sanyangi. Sekeras apa pun teman-teman
perempuannya mencari perhatian, Raka tetap tidak memiliki ketertarikan selain
pada Anggia. Ini terkesan aneh, bukankah Anggia adalah adik kembarnya? Ia
selalu bertanya-tanya pada dirinya. Apakah karena anak kembar sudah hidup
bersama dalam rahim, sehingga bisa memiliki ikatan atau perasaan yang begitu
kuat?
Bagi Anggia, ia juga
merasakan keanehan. Mengapa ia tidak menginginkan kakaknya dekat dengan
perempuan lain? Apa karena ia cemburu akan kehilangan kasih sayang kakaknya?
Atau justru, perasaan itu lebih dari sekedar adik pada kakaknya? Tapi, mereka
kan bersadaudara?
Ok, pada titik ini aku
mengakui kalau seperti menyaksikan kisah sinetron. Tapi, aku tetap saja memilih
untuk melanjutkan membca. Karena apa? Ya, penasaran saja, siapa sebenarnya
orangtua Anggia?
Sebagai orangtua angkat, Rahman dan Lidya
sudah memperlakukan Anggia layaknya anak kandung. Mereka berdua, tentu juga
Raka (yang belum tahu kebenaran tentang adiknya) begitu menyayangi Anggia.
Namun tidak dipungkiri, jika Rahman lebih bersikap rasional, Lidya justru tidak
mampu menyembunyikan sikap pilih kasihnya. Ya, namanya juga ibu kandung. Pasti
adalah perasaan ingin anaknya lebih unggul.
Namun, fakta berbicara
lain. Anggia yang selama ini sudah merasakan perbedaan sikap bundanya, memilih
untuk unjuk gigi bahwa dia bisa melebihi Raka. Dan memang, secara akademis ia
bisa mengungguli kakaknya. Terbukti, Anggia lulus dengan nilai ujian terbaik di
SMAnya, sedangkan Raka justru sebaliknya, mendekati hampir tidak lulus dengan
hasil ujiannya.
Selepas SMA, Anggia
melanjutkan pendidikannya di Brisbane, Australia, dengan beasiswa dari kantor
Rahman. Lalu, bagaimana dengan Raka? Ia justru terpuruk dalam kesedihan karena
ditinggal adik kembarnya untuk waktu yang lama. Sebagai ayah, Rahman tentu
tidak ingin anaknya terus-terusan mengurung diri di dalam kamar. Jadilah ia
membiayai keberangkatan Raka untuk menyusul Anggia.
Penggambaran bagaimana
Anggia dan Raka selama di Brisbane bisa dibilang begitu detail. Jika ini adalah
hasil pengalaman penulis sendiri yang mungkin pernah tinggal di sana, maka
suatu kewajaran ia bisa mendeskripsikan tempat atau suasana di sana. Namun,
jika ini adalah hasil observasi dunia maya, maka 2 jempol yang sudah membuat
suasana kehidupan mereka di Australia terasa nyata.
Menjelang akhir novel
Brisbane, terungkaplah siapa orangtua Anggia. Dan sungguh ini di luar
perkiraanku. Memangnya, siapa dan mengapa orangtua Anggia meninggalkannya di
rumah sakit? Apa benar ibunya kabur begitu saja setelah melahirkan? Lalu,
bagaimana dengan ayah kadungnya?
Terus, seperti apa reaksi
Raka dan Anggia kala mengetahui bahwa mereka bukan saudara kembar? Dari mana
mereka tahu? Apa dari kedua orangtuanya kah atau justru mendengarnya dari orang
lain? Bagaimana dengan perasaan keduanya selama ini? Apakah mereka tetap
memilih sebagai adik kakak saja, atau . . .?
Ah, tidak perlu aku
jawablah, ya. Silahkan membaca bukunya langsung. :p
Terus terang, ending-nya bukan seperti yang aku
inginkan. –,-
Quote
“Aku tidak perlu
memelukmu,
untuk tahu ada yang aneh
di dalam sini.
Semua sudah ada sejak kita
ditakdirkan bersama.
Jejak-jejak kakimu di
tanah basah, tertinggal juga di hatiku.”
(hlm 43)
No comments:
Post a Comment
Terima Kasih atas kunjungannya. ^_^
Dan mohon maaf untuk komentar yang menyertakan link akan dihapus.