[Buku] Review Rembulan Tenggelam di Wajah-Mu Karya Tere Liye

tere liye, rembulan tenggelam di wajahmu
***
Tutup mata kita. Tutup pikiran kita dari carut- marut kehidupan. Mari berpikir takjim sejenak. Bayangkan saat ini ada satu malaikat bersayap indah datang kepada kita, lantas lembut berkata: Aku memberikan kau kesempatan hebat. Lima kesempatan untuk bertanya tentang rahasia kehidupan, dan aku akan menjawabnya langsung sekarang. Lima Pertanyaan. Lima jawaban. Apakah pertanyaan pertamamu?
Maka apakah kita akan bertanya: Apakah cinta itu? Apakah hidup ini adil? Apakah kaya adalah segalanya? Apakah kita memilki pilihan dalam hidup? Apakah makna kehilangan?

Ray (tokoh utama dalam kisah ini), ternyata memiliki kecamuk pertanyaan sendiri. Lima pertanyaan sebelum akhirnya dia mengerti makna hidup dan kehidupannya.
Siapkan energi Anda untuk memasuki dunia Fantasi Tere-Liye tentang perjalanan hidup. Di sini hanya ada satu rumus: semua urusan adalah sederhana. Maka mulailah membaca dengan menghela nafas lega
***

Putri, gadis kecil berumur enam tahun tidak merasakan kebahagian yang sama seperti teman–temannya di panti. Di saat mereka sibuk memamerkan baju baru untuk hari raya, ia justru tidak paham apa itu hari raya. Yang ia mengerti hanyalah rindu ayah-bunda.

Kisah putri hampir sama seperti yang dialami Ray (Raehan Raujana). Puluhan tahun silam ia juga tinggal di panti asuhan. Usia Ray sudah menginjak enam puluhan dan sekarang ia berbaring lemah di rumah sakit. Di masa komanya, ia diajak menelusuri masa lalunya bersama orang dengan wajah menyenangkan.

Ada pertanyaan-pertanyaan yang selalu Ray tanyakan mengenai kejadian yang menimpanya dari masa kecil hingga dewasa. Maka, orang dengan wajah menyenangkan itu mengajak Ray napak tilas untuk mendapatkan jawaban atas 5 pertanyaan besar dalam hidupnya.

Di mulai dari masa 16 tahun Ray tinggal di panti yang penjaganya memiliki perangai kasar. Penjaga panti tidak segan menghukum anak-anak dengan memukulkan bilah rotan ke pantat mereka. Dan Ray sering mendapatkan pukulannya karena sering berulah.

Ray membenci penjaga panti yang menurutnya sok suci. Ray tahu (curiga), uang yang donator sumbangkan tidak digunakan untuk kepentingan ia dan teman-temannya. Penjaga panti justru menggunakannya sebagai ongkos keberangkatan naik haji.

Kejadian yang dialami di panti memunculkan pertanyaan pertama Ray:
Bukankah ada puluhan panti di kota ini... Kenapa harus di panti itu? Kenapa? 
(hlm 60)

Orang dengan wajah menyenangkan memberikan jawaban:
Bagi manusia, hidup ini juga sebab-akibat, Ray....Bedanya, bagi manusia sebab-akibat itu membentuk peta dengan ukuran raksasa. . .Kehidupanmu menyebabkan perubahan garis kehidupan orang lain, kehidupan orang lain mengakibatkan perubahan garis kehidupan orang lainnya lagi, kemudian entah pada siklus yang keberapa, kembali lagi ke garis kehidupanmu... Saling mempengaruhi, saling berinteraksi. (hlm 63)

Kenapa Ray harus tinggal di panti menyebalkan itu? Karena ia menjadi sebab bagi garis kehidupan Diar. Suatu hari, Ray yang kabur dari panti mendatangi Diar yang bertugas sebagai penjaga toilet. Ray mencuri celana dari seseorang yang sedang mandi di sana. Di saat Ray berhasil lolos, Diar justru dituduh sebagai pelakunya. Diar dikroyok dan masuk rumah sakit.

Ray yang menjalani kehidupan liarnya di luar panti harus menerima penganiayaan dari orang yang membencinya. Mereka dengki atas kemenangan Ray di meja judi. Peronda malam menemukan tubuh Ray bersimbah darah, lalu membawanya ke rumah sakit. Ray dirawat di kamar yang sama dengan Diar.

Penjaga panti menunggui dua anak asuhnya. Diar yang sadarkan diri mengkhawatirkan Ray. Diar menceritakan kesalahan dirinya yang merusak tasbih penjaga panti. Tapi, waktu itu Raylah yang maju mengakui kesalahannya dan menggantikan hukumannya. Diar menghormati dan menghargai Ray atas apa yang dilakukannya.

Diar meminta maaf atas kesalahannya. Semestinya ia tidak melakukan itu mengingat kebaikan yang sudah dilakukan penjaga pada anak-anak panti. Pengakuan Diar hari itu menyentuh hati penjaga panti. Dan Diar sudah menjadi sebab pertobatannya.

Pertanyaa kedua:
Apa hidup ini adil?

“Dan terus-terang, Ray.... Pertanyaan keduamu ini tidak mudah dijawab. Bukan karena jawabannya tidak ada. Sebaliknya! Justru karena terlalu banyak... Masing-masing orang mengeluarkan pertanyaan khas dengan apa yang menjadi pemicu kenapa dia sampai bertanya. Maka jawabannya juga harus khas sesuai dengan pemicunya tersebut.” 
(hlm 161)

Untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik, Ray yang terluka karena pengeroyokan dirujuk ke rumah sakit ibu kota. Ketika pulih, seorang suster membawanya ke Rumah Singgah. Di sana Ray menjalani kehidupan baru. Kakak pengurus serta teman-teman yang menyenangkan. Ray bahkan sekolah dengan sistem paket.

Salah satu temannya bernama Ilham bercita-cita ingin menjadi pelukis. 2 bulan Ilham merampungkan lukisannya. Sayang, saat akan membawanya ke pameran, lukisan itu dirusak oleh segerombolan preman. Ray tidak terima dan memutuskan melakukan aksi balas dendam demi Ilham.

Balas dendam itu berbuntut panjang. Preman mengincar orang-orang yang terkait dengan Ray. Salah satunya, Natan, teman sekamarnya. Natan yang bercita-cita jadi penyanyi harus mengubur impiannya. Preman itu menghajar Natan yang menyebabkan ia pincang dan kehilangan suaranya.

Ilham kehilangan kesempatan besarnya. Natan kehilangan mimpi-mimpinya. Apa semua ini adil? Di mana rasa keadilan Tuhan? Mengapa semuanya harus terjadi ketika janji baik itu tiba? Kenapa Tuhan sepertinya suka merenggut kebahagiaan orang-orang yang selalu berbuat baik? (hlm 150-151)

“Ray.... Bukankah sudah kukatakan sebelumnya, jawaban atas pertanyaan ini berjuta bentuknya. Karena keadilan mengambil berjuta bentuk pula.... Orang-orang terpilih sekali pun, terkadang lalai mengenali bentuk-bentuk keadilan itu, karena kita selalu beusaha mengenalinya dari sisi yang kasat mata. . .” (hlm 182)

Secara kasat mata Ilham gagal. Namun sebenarnya, meski lukisannya tidak dirusak oleh preman, saat itu ia tetap tidak bisa ikut pameran. Ray dan Bang Ape (kakak pengurus rumah Singgah) terlalu melebih-lebihkan lukisan standar Ilham. Dan 10 tahun kemudian, ketika benar-benar siap, Ilham berhasil menghasilkan karya terbaik.

Kegagalan membuat Ilham belajar kerendahan hati. Ia tidak mencantumkan nama di setiap lukisannya. Termasuk pada maha karyanya “lukisan rembulan sabit” yang terpajang di ruang kerja Ray. Dibuat khusus untuk Ray yang suka memandang rembulan.

Untuk Natan. Yang terlihat ia memang kehilangan mimpi-mimpi indahnya untuk menjadi seorang penyanyi. Tapi, langit memberikan apa yang benar-benar Natan cita-citakan. Pengalaman hidupnya membuat Natan berkeinginan menjadi seseorang yang menggerakkan hati. Dan menjadi penyanyi hanyalah satu dari banyak cara.

Pertanyaan ketiga:
“Inilah pertanyaan ketigamu, bukan? Kenapa langit tega sekali mengambil istrimu...Kenapa takdir menyakitkan itu harus terjadi?” (hlm 338)

Setelah pergi dari Rumah Singgah, Ray bertemu Plee, seorang pencuri yang membagikan hasil curiannya pada orang yang membutuhkan. Ray lalu diajak dalam aksi mencuri berlian. Sayangnya, meski dengan perencanaan matang, kejahatan tersebut meninggalkan jejak. Ray membunuh 2 petugas yang memergokinya. Namun, Plee yang tertangkap di rumahnya mengakui kalau ia melakukan aksi sendirian. Plee dituntut hukuman mati dan menjalani eksekusi 6 tahun setelahnya.

Ray pulang ke kota kecilnya setelah kejadian tersebut. Di sana Ray membangun karir dari tukang bangunan sampai menjadi mandor dan menikah. Dua kali istrinya hamil dan dua kali juga ia harus menerima kenyataan anaknya meninggal. Bahkan, pada kelahiran kedua, ia juga harus merelakan kematian istrinya.

“Apapun bentuk kehilangan itu, ketahuilah, cara terbaik untuk memahaminya adalah selalu dari sisi yang pergi! Bukan dari sisi yang ditinggalkan.” (hlm 339)

“Ketahuilah Ray, bagi istrimu, sejak pernikahan kalian, tujuan hidupnya menjadi amat sederhana.... Kau sering mendengar istrimu berkata, ‘Bagiku kau ihklas dengan semua yang kulakukan untukmu... Ridha atas perlakuanku padamu. Itu sudah cukup' Nah, itulah tujuan hidup baru istrimu. Amat s-e-d-e-r-h-a-n-a.... (hlm 340)

“Dan sungguh sudah mulialah istrimu.... Istrimu bertanya di penghujung hidupnya, Apakah kauridha?’ Dan kau mengangguk.” (hlm 341-342)

Setelah kematian istrinya, Ray pindah ke ibukota. Di sana Ray sukses membangun kerajaan bisnisnya di bidang properti. Tapi, dengan semua pencapaiannya Ray merasa hampa.

Keempat:
Ternyata setelah sejauh ini semuanya tetap terasa kosong, terasa hampa. 
(hlm 391)

“Kau pikir dengan menambah lagi imperium bisnismu, membuatnya besar-menggurita kau akan menemukannya....Kosong. Kau hanya menemukan kosong. Hampa.... Kau mirip sekali seperti anak kecil yang sudah memiliki mainan, saat melihat anak lain mendapatkan mainan yang baru, kau juga menginginkannya.... Kau mirip sekali dengan kelakuan hampir seluruh orang yang pernah terlahir di muka bumi ini....Tidak pernah merasa cukup atas apa-apa yang dimiliki.” (hlm 407)

“Ray, kau mungkin sedikit berbeda karena kau melakukan itu untuk menjawab semua perasaan kosong setelah istrimu pergi.... Tapi apapun latar-belakangnya, orang-orang yang amat keterlaluan mencintai dunia tetap tidak akan pernah menemukan jawaban dari dunia.... Dari harta-benda dunia....” (hlm 407-408)

Semakin tahun, bisnis Ray berkembang pesat. Meski sempat mengalami masa sulit, ia berhasil bangkit atas bantuan koh Cheu pengusaha yang dikenalnya di kota kecilnya. Dan Ray yang menginjak masa tua sering mengalami sakit. Bolak balik ia di rawat, sampai puncaknya di 6 bulan terakhir. Ia harus menginap di ruang VVIP rumah sakit.

Kelima:
“Kita sudah tiba di pertanyaan terakhirmu.... Pertanyaan kelima. Kenapa kau harus mengalami sakit berkepanjangan selama enam tahun?” (hlm 443)

“Sejatinya pertanyaan itu sebenarnya tentang definisi ukuran-ukuran. Apakah yang disebut dengan kejadian menyakitkan? Apakah yang disebut dengan kejadian menyenangkan? Sejatinya pertanyaan itu tentang perbandingan....” (hlm 443-444)

“Ray, itu semua hanya perbandingan.... Otak manusia, sejak berabad-abad lalu sudah terlatih menyimpan banyak perbandingan berdasarkan versi mereka sendiri, menerjemahkan nilai seratus itu bagus, nilai lima puluh itu jelek. Wajah seperti ini itu cantik, wajah seperti ini itu jelek. Hidup seperti ini itu kaya, hidup seperti ini itu miskin.... Otak manusia yang keterlaluan pintarnya mengumpulkan semua kejadian-kejadian itu dalam sebuah buku besar. Yang disebut perbandingan. (hlm 444)

“Ray, dalam perbandingan-perbandingan seperti itu, ketika buku-besar itu semakin lama semakin keliru. . . Ketahuilah, ketika kau merasa hidupmu menyakitkan dan merasa cukup dengan semua penderitaan maka kau harus melihat ke atas, pasti ada yang lebih menyakitkan darimu.... Ketika kau merasa hidupmu menyenangkan dan selalu merasa kurang dengan semua kesenangan yang datang maka kau harus melihat ke bawah, pasti ada yang lebih tidak beruntung darimu...” (hlm 446)

Itulah 5 pertanyaan dan jawaban dari tokoh Ray. Mungkin ada yang bertanya-tanya, apakah sosok gadis kecil di awal buku Rembulan Tenggelam di Wajah-Mu ini hanya sebagai selingan? Atau kisah gadis itu memiliki keterkaitan dengan Ray, pasien enam puluh tahun yang menapak tilas masa lalunya?
***

Komentar untuk buku ini, “Perjalanan spiritual yang bisa dijadikan renungan.” Mungkin ada salah satu (atau mungkin semuanya) dari pertanyaan Ray yang juga pernah terbesit di pikiran kita. Dan Tere Liye mengajak kita merenungkan hal itu agar bisa mengerti makna kehidupan.

Dalam Rembulan Tenggelam di Wajah-Mu penulis sudah berhasil memainkan perasaanku kala membacanya. Keadaan getir, bahagia, dramatis, silih berganti. Tapi, ketika sampai pada masa-masa Ray bertemu dengan Fitri sampai akhirnya menjadi istrinya, itu menurutku sangat panjang. Entahlah, mungkin karena rasa keingintahuanku yang menggebu perihal pertanyaan-pertanyaan selanjutnya dari Ray. Atau memang penulis terlalu lama mengisahkan kehidupan mereka.

Satu lagi yang agak sedikit membuatku tidak nyaman, alur maju mundur. Kadang, aku baru mengerti kalau penulis beralih waktu ketika sudah membaca beberapa kalimat. Aku mengulang kalimat-kalimat tersebut agar bisa mengerti apa yang ingin penulis sampaikan. 

Quote yang terkait dengan judul buku:

Biarkanlah malam ini dia memandang rembulan dengan perasaan lama itu, perasaan damai... tenteram... Merasa berterima-kasih.... Merasa berterima-kasih telah diberikan sepotong kesenangan hidup, yang meskipun sebenci apapun, sejengkel apapun atas keputusan Tuhan, dia tetap menyadari masih ada sepotong kehidupan yang indah, menatap rembulan. . .” (hlm 442) 

“Kau selalu merasa andaikata semua kehidupan ini menyakitkan, maka di luar sana pasti masih ada sepotong bagian yang menyenangkan.... Kemudian kau akan membenak, pasti ada sesuatu yang jauh lebih indah dari menatap rembulan langit.... (hlm 452)



“Kau benar, Ray! Ada satu janji Tuhan. Janji Tuhan yang sungguh hebat…Yang nilainya beribu kali tak terhingga dibandingkan menatap rembulan ciptaan-Nya.... Tahukah kau? Itulah janji menatap wajah-Nya....(hlm 453)

No comments:

Post a Comment

Terima Kasih atas kunjungannya. ^_^
Dan mohon maaf untuk komentar yang menyertakan link akan dihapus.