Sinopsis
NYANYIAN PERJALANAN adalah
kumpulan kisah dari penjuru-penjuru negeri ini… yang menyentuh hingga yang
membara.
… adalah rangkaian
nada-nada di tengah perjalanan panjang, yang mengajak kita untuk menyimpan
mengasah mata hati, untuk ketulusan dan harapan dalam menuju kehidupan yang
lebih baik di masa depan.
***
Aku tertarik dengan buku
“Nyanyian Perjalanan” ini karena tertera nama Helvy Tiana Rosa. Entahlah, aku
ingin mengumpulkan karya-karyanya dalam bentuk cetak a.k.a buku, meskipun
mungkin aku pernah membacanya via ebook.
Seperti kita tahu, untuk
karya lama kan biasanya sudah beredar versi online-nya dan gampang
ditemui di situs-situs tertentu. Tinggal download aja mah, kalau pengen
baca. Tapi, gimana yah, aku sudah kadung suka dengan HTR. Meskipun jujur sih,
dulu hanya sekedar baca (belum menikmati) beberapa karyanya dalam bentuk ebook.
Untuk buku HTR yang berkolaborasi dengan Gola Gong ini, aku tidak terlalu mengharapkan lebih. Mungkin sebagian ada yang pernah aku baca, pikirku. Sama seperti buku Titian Pelangi yang ternyata dulu pernah aku pinjam dari perpus kota.
Untuk buku HTR yang berkolaborasi dengan Gola Gong ini, aku tidak terlalu mengharapkan lebih. Mungkin sebagian ada yang pernah aku baca, pikirku. Sama seperti buku Titian Pelangi yang ternyata dulu pernah aku pinjam dari perpus kota.
Berhubung Nyanyian
Pejalanan ini termasuk buku second, jadi bisa dimaklumilah kalau ada
yang tidak utuh. Tapi, it is not big deal.
Hanya tidak ada bagian daftar isi dan informasi buku.
Seperti yang diduga, ada
beberapa karya HTR yang sudah aku baca, seperti Pattimura Tak Pernah Mati
yang mana latar ceritanya tentang konflik Ambon. Ada juga Jalinan Kasih dari
Gerbong Kereta Api yang bercerita tentang kehidupan di rel kereta api.
Dan yang paling
mengejutkan, cerita berjudul Lelaki Tak Bernama. Dari judul saja, terus
beberapa paragraf awal, aku kok kayak tahu cerita ini akan berujung seperti
apa. Terutama setelah sampai pada seorang laki-laki yang memakai baju
kotak-kotak sedang berceramah dalam bus. Tak salah lagi, ini kan kelanjutan
dari kisah Ketika Mas Gagah Pergi. I see now, bagaimana dua
cerpen yang kemudian disambung menjadi satu. Ehm, kecewa sih, nggak. Tapi,
sempatlah ber-“oooh”.
Keterkejutanku yang lain
terjadi untuk cerita berjudul Ketika Duka Tersenyum. I’ve read the
story in other book. Dengan judul yang sama, tokoh pun juga serupa, serta kisah
kecelakaan yang diangkat. Ah, hanya bisa menyimpulkan bahwa itu adalah satu
cerita yang hanya diceritakan kembali. Memang sih, ada bagian yang diceritakan
dengan narasi berbeda, tapi overall it’s same.
Padahal sejujurnya, aku
membeli buku dengan judul Ketika Duka Tersenyum, lagi-lagi karena nama
Helvy Tiana Rosa berada dalam deretan penulis. Ya, buku tersebut memang
termasuk antologi. Kecewa pasti adalah, tapi beberapa cerita dalam buku
tersebut, boleh juga dijadikan bahan renungan.
Hampir keseluruhan kisah
yang diangkat oleh HTR yakni tentang kemanusian. Seperti Pattimura yang sudah
disebutkan di atas. Kemudian ada ZE yang mengangkat konflik Timor-timor.
Dan cerita lainnya yang juga menyelipkan pesan moral dari kehidupan nyata.
Itulah pembahasan mengenai
karya Helvy dalam buku Nyanyian dan Perjalanan. Sekarang, mari bahas mengenai
Gola Gong. Satu hal yang aku rasakan tiap membaca tulisan Gola Gong. Merasa
bahwa cerita akan selesai pada satu adegan. Tapi, ternyata masih lanjut dengan ending
yang bahkan tidak terpikirkan.
Contohnya saja, Kisah
Uang Curian. Yang mana pada bagian penahanan polisi, aku pikir akan selesai
sampai di situ. Eih, nyatanya, Gola Gong seperti tidak membiarkan cerita
berakhir dengan menggantung. Kemudian membiarkan pembaca berimajinasi. Tidak,
Gola Gong tidak melakukan itu.
Hal tersebut berlaku untuk
keseluruhan cerita. Gola Gong menuntaskannya tanpa menimbulkan penafsiran lain.
Dan satu kekhasan yang ada di setiap ceritanya, yakni diawali dengan kutipan
Toto ST Radik.
Sekian review buku
Nyanyian Perjalanan.
Semoga bermanfaat!
Benar benar reviewbook blogger sejati nih mba aireni
ReplyDelete