Judul: “Milea: Suara dari Dilan”
Penulis: Pidi Baiq
Tebal: 360 halaman
Terbit: cetakan II, September 2016
Penerbit: Pastel Books
ISBN: 978-602-0851-56-3
Ah, Dilan, dirimu terlalu sulit untuk diabaikan. Maka dari
itu, aku cepat-cepat ke toko buku demi membunuh rasa penasaran. Bagaimana
tanggapanmu terhadap buku yang ditulis Milea, yakni “Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun
1990 dan Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1991.” Tujuanku hanya satu, untuk
segera membaca suara hatimu, Dilan, dalam buku Milea.
Sejujurnya, kisah Milea (sering disapa Lia) dan Dilan
yang mana mereka menjalin hubungan bernama pacaran, tidak masuk dalam
prinsipku. Tapi, entah kenapa, aku merasa tokoh Dilan dan Milea itu
benar-benar ada. Makanya, aku tertarik untuk mengetahui seperti apa cerita
selengkapnya, dari dua sejoli yang mengaku anak SMA kelas dua pada 1990.
Eih, padahal 1977, katanya Dilan sudah umur 5 tahun. Itu
berarti, Dilan sudah berumur 18 tahun pada 1990. Maka terasa ganjil kalau Dilan
bilang, ia baru anak 17 tahun pada saat itu, yang kalau gak salah sudah putus
dari Milea pada 1991. Ah, abaikan fakta ini.
Terlepas bahwa Dilan adalah anak geng motor, sebenarnya ada
salah tiga kriteria cowok keren versiku yang ada dalam dirimu, Dilan. Kau yang
memiliki selera humor tinggi. Romantis dengan segala keanehan, seperti mengirim
surat pada Lia lewat pos, padahal Dilan sendiri ada di rumah Lia. Atau kado
ultah berupa TTS yang sudah diisi semua. Haha. Romantis dengan puisi-puisi yang
kadang terkesan lucu. Dan sepertinya juga suka baca. Yes, semua itu
lebih dari sekedar cukup untuk menilaimu berbeda dengan yang lainnya, Dilan.
PENELITIAN
Menurut
hasil penelitianku sendiri
kecepatan
rindu menjadi sangat tinggi
dari
waktu ke waktu menjadi lebih kuat
menjadi
lebih cepat dari kecepatan cahaya
untuk
memasukkan sebagian besar dirimu
ke dalam
kepalaku!
(Dilan,
1991)
Halaman
333
Di buku Milea: Suara dari Dilan, terjawab sudah
pertanyaan-pertanyaan menggantung yang tidak dijabarkan dalam dua seri sebelumnya. Bagaimana kronologi kasus pembunuhan Akew sebenarnya. Ternyata, ia korban kroyokan salah sasaran, bukan karena ulah geng motor yang seperti dikhawatirkan Milea.
Ada juga cerita versi Dilan tentang ia dan kawan-kawannya saat
berada di kantor polisi, yang ternyata untuk menemani Burhan. Bagaimana Dilan
melalui hari-hari paska putus dengan Milea yang sebenarnya masih sama-sama
rindu. Siapa sebenarnya cewek di dekat Dilan saat pemakaman Ayah,
yang oleh Milea dikira kekasih barunya.
Dan dari cerita Dilan, kita bisa tahu bahwa ia telah memenuhi
janjinya yang pernah disampaikan pada Milea.
“Aku ingat, aku pernah bilang kepadanya jika ada yang menyakitinya, maka orang itu akan hilang. Jika orang itu adalah aku, maka aku pun harus hilang.” (halaman 220)
Jika mengambil inti dari masalah Dilan dan Milea, sebenarnya mereka
korban salah duga yang merupakan hasil dari prasangkaan mereka sendiri. Dilan
mengira, Milea sudah menjalin hubungan baru dengan Gunar pasca putus dengannya
tanpa mengonfirmasi langsung. Dan itu merupakan bentuk gengsi
dari seorang cowok jika menyangkut perasaan. Katanya Remi Moore.
Sedangkan Milea, sebagai seorang cewek ia memiliki rasa malu
untuk nyatain duluan. Apalagi Milea yang meminta putus sama Dilan. Jadinya,
Dilan dan Milea sama-sama nahan diri. Kalau kata Remi Moore lagi mah, istilah
kasarnya pada munafik. (Bagian Dilan yang curhat dengan Remi dan Kang Ewok
setelah telepon-teleponan dengan Lia, yang mana pada saat itu mereka sudah
sama-sama punya pasangan yang lain, ada pada halaman 322-324).
Anak seperti Dilan dan teman-temannya yang ikut geng motor,
sebenarnya bukan anak nakal yang harus dihindari. Mereka hanyalah anak remaja
yang perlu dimengerti tanpa dihakimi. Makanya, sikap seperti Bunda yang
memberikan kepercayaan pada Dilan, atau Bu Rini, guru sekolah yang mengayomi,
sangat dibutuhkan oleh mereka. Hal itu sebagai bentuk pengertian. Kalau pun
mereka salah, cara menasehatinya pun harus dengan pendekatan yang membuat
mereka nyaman.
Dari buku Milea, kita belajar bagaimana Dilan
bersikap terhadap orang-orang yang disayanginya. Ayah, Bunda, Milea, serta
teman-temannya. Kita juga melihat cara Dilan menghadapi kesedihan serta
kebijaksanaannya dalam memandang masa lalu dan kenangan.
"Bagiku, walau patah hati itu rasanya tidak enak, aku masih ingin bisa menggantungkan lampu-lampu yang aku olah sendiri di sudut-sudut ruangan tergelapku! Kupikir ini tentang strategi. Tidak ada orang di dunia yang mampu sempurna menangani persoalan, tapi itulah cara otakku mengatasi keadaan untuk membuat perlindungan diriku, untuk menjaga kewarasan dan kesehatan diriku." (halaman 233)
“Rasa sedih jika ada, itu harus berbatas untuk memberi peluang munculnya harapan pada hari-hari berikutnya, mengejar impian dan meraih kebahagian bersama seseorang yang dapat menghabiskan sisa hidup kita dengannya. Mudah-mudahan kita kuat, ya Lia, sekuat Kehidupan, Cinta dan Pemahaman. Rasa sedih dan Kegagalan tidak selalu berarti kekalahan.” (halaman 357)
Dari kisah Dilan dan Milea kita pun bisa mengambil hikmah. Sekuat apapun rasa cinta dan ingin memiliki satu sama lain, tidak cukup
untuk menandingi kuasa yang namanya jodoh.
Begitulah Dilan dan Milea, seorang remaja SMA tahun 1990-1991 (kebetulan
yang diceritain hanya masa dua tahun SMA) yang pernah mengalami jatuh cinta. Terima kasih kepada Pidi Baiq, yang sudah behasil
membujuk Dilan untuk menjawab rasa penasaran atas kisahnya dengan Milea dan
orang-orang yang terlibat dalam masa itu. (Itu pun kalau Dilan benar-benar ada,
hehe).
Komentar
Sebenarnya aku rada lupa keseluruhan cerita yang
diceritakan Milea di dua seri buku sebelumnya. Tapi, dari yang bisa kuingat,
sewaktu Dilan dilarang pulang, ia memang sempat tinggal di rumah Burhan. Dan
setelah pertemuan dengan Bunda dan Lia, Dilan diminta untuk tinggal bersama
Piyan. Itu artinya, dalam masa tidak pulang, Dilan menginap di rumah Burhan dan
Piyan.
Etapi, kenapa di halaman 244, Dilan mengatakan, “Setelah
kira-kira seminggu di rumah Burhan, akhirnya aku pulang untuk berkumpul lagi
dengan Disa, dengan Bunda, dan keluargaku yang lain.” Ah, mungkin sebagian
cerita saat itu, tidak bisa diingat persis oleh Dilan. Baiklah, skip!
Terakhir, aku hanya ingin menyampaikan bahwa untuk bisa
memahami keseluruhan cerita antara Dilan dan Milea, maka buku Dilan: Dia adalah
Dilanku Tahun 1990 dan Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1991, harus dibaca terlebih
dahulu sebelum buku Milea.
NB: Dari ketiga buku
yang disebutkan, ambil sisi positifnya dan jangan tiru yang sekiranya
tidak baik.
belum baca, makasih reviewnya
ReplyDelete