Judul: Zia Anak Hebat
Penulis: Linda Satibi
Tebal: 160 hlm
Terbit: November 2015
Penerbit: Lintang
ISBN: 978-602-1614-77-8
Sinopsis
Zia memergoki mamanya
menangis. Zia kaget. Ada apa dengan Mama? Nggak cuma sekali saja, tapi Zia
sering melihat mata mamanya sembab seperti habis menangis. Nggak biasanya Mama
yang tegar itu menangis. Mama juga jadi gampang marah. Trus dikit-dikit
menjawab SMS atau telepon dengan wajah tegang.
Nggak hanya itu. papa yang
punya usaha jual beli rumah dan properti juga jarang pulang. Sekalinya pulang,
pasti larut malam. Lalu, suatu hari mobil di rumah Zia dijual. Yang bikin Zia
tambah bingung, Papa nggak ada kabar. Papa pergi begitu saja. Bi Akah, pembantu
di rumah Zia, juga berhenti bekerja secara mendadak. Dan yang paling bikin Zia
sedih, rumah mewah mereka disita bank!
Zia bingung. Bagaimana
dengan teman-teman Zia di sekolah? Zia takut teman-temannya akan menjauhi Zia
karena sekarang Zia jadi anak miskin. Gimana caranya nanti dia datang ke
kemping si vila barunya Ola? Teman-teman, kan, tahunya Zia punya mobil. Apa Zia
menyewa mobil saja, ya, biar teman-tema mengira Zia masih punya mobil? Trus
nanti kalau teman-teman minta main ke rumah Zia gimana? Kan, rumah mewahnya
dijual. Sekarang, Zia bersama Mama dan dua adiknya mengontrak di rumah kecil.
Aaahhh … rumit!
Teman-teman, kalian
penasaran, kan, dengan kisah Zia? Apa, ya, yang dilakukan oleh Zia bersama Mama
dan dua adiknya? Berakhir sedih atau bahagia, ya? Hmmm … pingin tahu, kan?
Simak novel anak di tangan kalian ini sampai selesai, ya!
***
Review
Di awal buku Zia Anak
Hebat, pembaca sudah dibuat betanya-tanya. Kenapa Bi Akah, pembatu di rumah Zia
sering ketakutan ketika menerima telepon? Kemudian, dilanjut dengan
kepulangannya ke kampung halaman yang tidak kembali lagi.
Mama, sih, memberikan
alasan kalau Bi Akah akan merawat kakanya yang sakit keras. Kebetulan, Kakak Bi
Akah tidak memiliki anak, jadi tidak ada yang mengurusnya. Selain itu, ia juga ingin menjaga cucunya karena anak Bi Akah kerja di Arab.
Awalnya, alasan itu bisa
diterima Zia, sampai kabar lain datang. Sewaktu bermain ke rumah tetangga,
pembatunya tidak sengaja membocorkan kalau Bi Akah pulang kampung karena sering
diteror oleh orang yang mencari papa.
Mencari Papa? Tentu hal
ini membuat Zia dan pembaca juga bertanya-tanya, ada apa dengan papanya Zia?
Apa ada hubungannya dengan Papa Zia yang jarang pulang? Terus, Mama yang sering
menangis?
Ah, habis baca tiap bab,
rasanya penulis semakin memperbesar tanda tanya dalam kepalaku. Terus terang,
meskipun ini cerita anak, tapi sebagai orang dewasa yang membaca kisah Zia, aku
turut dibuat penasaran. Habis ini, kejutan apalagi ya, yang akan penulis
berikan? Begitulah, Linda Satibi mengemas buku Zia Anak Hebat ini.
Zia yang masih anak SD kelas
5, biasa hidup mewah. Teman-temannya pun anak orang berada. Tentu, ketika diminta
harus hidup hemat oleh mama, ada rasa kecewa pada diri Zia. Ia pun memilih
berbohong pada sahabat terdekatnya, yakni Nadia, Melvi, Ola, dan Shabrina
tentang keadaan keluarganya.
Seperti mobil yang dijual.
Zia mengatakan kalau mobilnya lagi dipakai papa. Maka dari itu, kala akan pergi
kemping ke vila Ola, Zia menyewa mobil tanpa sepengetahuan mama. Zia melakukan
kebohongan satu, kemudian disusul dengan kebohongan lain. Dari sini, penulis
ingin mengajarkan pada pembaca, jangan pernah memulai untuk melakukan
kebohongan.
Ketika keadaan tambah
sulit, dan Papa semakin jarang pulang, Mama, Zia, serta kedua adiknya (Thea dan
Salman) harus mengosongkan rumah mewah mereka. Tak ada pilihan lain buat
mereka selain pindah ke rumah yang lebih kecil. Zia khawatir hal ini akan
diketahui oleh teman-temannya. Apalagi kalau sampai Prita “Si princess”
tahu, uh, pasti keadaan Zia makin jadi bahan celaan.
Terlepas perkara itu,
beruntung Zia mengenal Kak Iqbal, tetangga baru yang membuat Zia bisa menerima
keadaan keluarganya sekarang. Perlahan, Zia pun mengakui tentang keluarganya
pada sahabat-sahabatnya. Dari sini, Zia mulai mendapat pengakuan kalau ia
hebat.
“Kamu hebat, Zi,” puji
Melvi.
“Iya, kamu bisa tegar.
Kalau aku mungkin udah nangis mulu seharian,” imbuh Shabrina. (halaman 78)
Setelah mendengar kata
hebat dari para sahabatnya, Zia pun kembali mendengarnya lagi dan lagi dari
orang berbeda. Apa yang membuat orang lain berpikir kalau Zia hebat? Silahkan
baca bukunya, ya! :P
Sudut pandang orang
pertama dalam buku Zia Anak Hebat membuatku bisa merasakan, bagaimana jika
berada pada posisi Zia yang harus menyikapi permasalahan keluarganya. Kalau aku
menilai, buku ini tidak hanya untuk anak, tapi juga pembelajaran bagia para
orangtua.
Aku suka narasi Zia kala
ia dan Mamanya akan berangkat menjual baju.
“Kadang pikiran kita
dengan orang dewasa itu berbeda, ya? Rasanya, orang dewasa lebih rumit kalau
memikirkan sesuatu.” (halaman 106)
Seperti yang sudah aku
sampaikan, bab per bab bagian awal, penulis seperti memaksa pembaca untuk terus
melanjutkan bacaanya. Muncul tanda tanya satu yang diikuti tanda tanya berikutnya.
Namun sayang, menjelang akhir buku, hal itu semakin berkurang. Dan ada sedikit
kecewa, sih, kala mendapati ending yang tidak sesuai harapan.
Penilaian di atas tentu sangat
subjektif. Ya, bisa jadi ketika teman-teman membaca kisah tentang Zia, ending
yang dituliskan penulis mungkin yang kalian harapkan.
Baiklah, sekian dulu review
buku anak kali ini. Semoga bisa menjadi referensi buat adik-adik atau para
orangtua yang ingin menyediakan bahan bacaan untuk anak tercinta.
Selamat membaca!
No comments:
Post a Comment
Terima Kasih atas kunjungannya. ^_^
Dan mohon maaf untuk komentar yang menyertakan link akan dihapus.