Sinopsis
Musim dingin segera tiba,
Jadoo sekeluarga pun melakukan persiapan untuk menghadapinya. Selain itu, musim
dingin juga merupakan waktunya liburan. Apa saja yang Jadoo lakukan selama
musim dingin? Melewati musim dingin dengan keluarga dan teman-teman pasti
terasa menyenangkan, ya.
Tingkah laku Jadoo yang
usil dan menggemaskan dengan kepolosannya akan kembali menghibur kita.
***
Adakah yang sudah membaca
serial Hello Jadoo? Kalau belum, bolehlah mampir di postingan review HelloJadoo jilid 1. Nah, sekarang aku akan melanjutkan reviewnya untuk seri kedua.
Kalau di awal-awal aku hanya
mengira-ngira tahun berapa masa kecil Jadoo. Dan di Hello Jadoo 2 ini, aku
sudah menemukan jawabannya. Tidak dituliskan tahun pastinya, sih. Tapi, melihat
tiga angka pertama dari tahun tersebut, sudah cukup bikin aku melongo. Oooh,
ternyata si penulis Jadoo sudah tua. Ups!
Adakah yang bisa menebak
tahun berapa saat Jadoo kecil? Itu loh, ketika masih zamannya TV hitam putih.
Dari cerita Jadoo, pada zaman itu “197x” sebuah keluarga cedera karena TV CRT
mereka meledak. Terjadi kepanikan pada keluarga lain mengenai kejadian
tersebut.
Pasalnya, merek TV atau
barang elektronik yang meledak tersebut merupakan merek yang sering dipakai
banyak kalangan. Tidak terkecuali keluarga Jadoo. Bahkan, di rumah Jadoo
diberlakukan aturan tidak boleh menyalakan TV dan kulkas saking cemasnya.
Nah, dari kejadian tersebut,
Jadoo beserta kedua adiknya, Mimi dan Egi menuntut Papa untuk membelikan TV
bewarna. Saat itu, TV berwarna merupakan simbol kesejahteraan. Rengekan Jadoo
dan adik-adiknya tidak membuat Papa memenuhi janjinya untuk membelikan TV
berwarna. Akhirnya, beberapa tahun kemudian, mamalah yang membelikannya dengan
menggunakan uang bonus Papa.
Namanya juga anak-anak,
ya. Rasanya TV seperti sahabat karib yang selalu dipantengin. Dulu, saat masih
kecil aku bahkan tidak punya TV. Kalau mau nonton harus numpang di rumah nenek,
atau kalau pengen ketemu teman-teman, maka sengaja numpang nonton di rumah
mereka. Kurang lebih, bisa merasakanlah bagaimana ingin punya TV.
***
Pada bagian kedua, Jadoo
menceritakan bagaimana perayaan tahun baru Cina di Korea yang sudah menjadi
tradisi layaknya hari besar. Biasanya, orang-orang akan menggunakan hanbok di
hari tersebut, kemudian pergi mengunjungi anggota keluarga yang lain.
Berhubung Mamanya Jadoo
berpikir pelit hemat, Jadoo dan adik-adiknya tidak memakai hanbok pada
hari itu. Menurut Mama, mereka akan cepat besar. Kalau dibelikan hanbok akan
menambah limbah. Ah, pikirannya ibu-ibu memang luar binasa. LoL
Tidak hanya soal habook,
di setiap tahun baru, angpau yang diterima Jadoo akan selalu diminta mama.
Alasannya biar tidak diambil papa, makanya lebih baik disimpan di bank oleh
mama. Tentu saja Jadoo tidak pernah menggunakan uang itu dan kejadian terus
berulang.
Ketika ditanya kemana
perginya uang tersebut pada mama, jawabannya tentu dipakai untuk mebesarkan
Jadoo dan adik-adik. Adakah yang juga mengalami hal sama seperti Jadoo? Uang
disimpan pada orangtua dengan alasan digunakan untuk keperluan anak-anak.
***
Selanjutnya, Jadoo
bercerita tenta cinta pertama seorang flower boy. Seorang anak laki-laki
yang katanya mengidap penyakit leukemia. Ia senang menyendiri dan selalu
berbuat baik hanya pada Jadoo. Menurut teman-teman, dia itu sombong. Tapi,
Jadoo memiliki penilain lain setelah akrab dengannya. Ia sering datang ke rumah
Jadoo dan bermain dengan adik-adiknya. I have to say this time, don’t judge book
by the cover.
***
Kenangan lain yang
dibagikan Jadoo adalah saat persiapan dan kegiatan selama liburan musim dingin.
Aku hanya membayangkan bagaimana Jadoo menjalani kehidupannya pada saat itu.
Ya, maklumlah, di sini kan tidak ada yang namanya salju. Jadi, cuma bisa berimajinasi
saja seperti yang pernah dilihat di drama-drama Korea.
Hal yang sudah menjadi
tradisi pada musim dingin itu, adalah para ibu membuat persediaan kimchi yang
ditaruh dalam kendi, kemudian dikubur. Sedangkan anak-anak bersuka cita
meluncur di atas es. Duh, meskipun tidak suka dingin, tapi pengen sekali nyoba main ski, berseluncur di atas tumpukan salju atau es. Beerrrrrr!
***
Pada zaman Jadoo kecil,
pergi ke bioskop merupakan hobi mewah. Papa dan Mama Jadoo memiliki hobi
tersebut yang sebenarnya bertentangan dengan prinsip hidup mereka, yakni pelit
dan serba irit. Biasanya, Mama mendapatkan tiket bisokop itu dari tiket
promosi. Yang mana tiket promosi tersebut memang disediakan gratis untuk toko
yang menempelkan poster film.
Pada saat Jadoo
mendapatkan tiket gratis tersebut, ia didatangi para mama-mama tetangga. Mereka
ingin menitipkan anaknya pada Jadoo agar bisa menonton film secara gratis. Duh,
bisa kebayang gak, dua tiket untuk 10 orang. LoL. Jelaslah, pejaganya tidak
mengizinkan.
Untuk kisah lainnya,
silahkan baca sendiri, ya. Siapa itu kakek Freud? Di sini pembaca bisa tahu
asal muasal nama Jadoo.
Jadoo juga bercerita bagaimana ia mulai menyukai
olahraga bisbol, terus seperti apa tingkah papanya ketika mabuk (tidak untuk
ditiru). Terakhir, mengenai toilet. Bagaimana Jadoo yang awalnya takut serta
membayangkan ada hantu tiap ia pipis, berubah menjadi Jadoo yang betah di
toilet.
Tenang, buat kalian yang
mungkin punya kebiasaan melakukan hal gila di toilet, Jadoolah orang pertama
yang akan mengerti kalian. Karena ia pun seperti itu, menggambar dengan alas
papan cuci mama, bahkan main seruling di toilet. Duuuuh! -_-
Ah, membaca Hello Jadoo
seri 2 ini, aku jadi pengen punya seri 3. Sayangnya, waktu itu aku menemukan
hanya 2 seri di bazar buku. Ya, meskipun apa yang diceritakan Jadoo itu random,
tapi bolelah dijadikan selingan jenis bacaan.
No comments:
Post a Comment
Terima Kasih atas kunjungannya. ^_^
Dan mohon maaf untuk komentar yang menyertakan link akan dihapus.